Selasa, 13 Juni 2017

"Ayah, Udara Segar Itu Apa?"

UDARA. Kemarin sore, saat sedang asik bercumbu mesra dengan bibit tanaman kol Bunga (Kubis), yang sengaja saya susun rapi di rak depan toko, tiba-tiba saja tetangga menyapa dengan tanya.

"Ini kabut, apa asap, Rahmat?"

"Dua-duanya." Jawab saya. Dia tertawa.

Lalu ibu satu anak itu, lanjut bertanya. "Kok bisa tebal kali, Emang ada apa?"

"Lagi ada kenduri di Riau," jawab saya cetus. sambil terus sibuk mengemburkan tanah dalam polipack . Dia semakin tertawa. Lalu kembali bertanya.

"Kok kenduri?, bukannya kebakaran hutan ya?"

"Ia, kenduri hutan." 

"Kamu ini lucu Rahmat, kebakaran hutan kok dibilang kenduri?"

"Ia lah, kan Perusahaan perkebunan di Riau sedang merayakan kebaikan hati Pemerintah Indonesia atas izin pembukaan lahan gambut untuk nanam sawit. Mungkin eksport CPO lagi surplus-surplusnya karena dolar naik, jadi perusahaan-perusahaan yang di cintai negara itu bikin  perayaan bakar-bakaran hutan biar lahan sawit semakin luas," kata saya sambil lempar senyum, sembari tangan terus mencubit Rumput-rumput kecil yang mulai tumbuh cepat di bawah tajuk tanaman Seledri. 

Mendengar jawaban saya, Perempuan berjilbab ala ustazah itu, diam. Lalu berjalan menuju tepi jalan sambil kedua telapak tangannya di kaitkan ke belakang punggung. Matanya lapar melahap  hamparan sawah sebrang jalan Lambaro kafe, Aceh Besar yang kini mulai rabun tertutup kabut asap.

"Biasanya, gunung Samahani itu itu napak jelas dari sini. Hari ini, nampak pun ngk." Celetuknya mengenai gunung  dalam gugus bukit barisan itu.

Mendengar nada risaunya, saya menyudahi melalaikan diri dengan hobi itu.  lalu ikut bebaur membuang padang ke sekitar.

"Beginilah kak, kalau manusia serakah sama uang, sampe lupa sama makanan hidungnya sendiri. Padahal udara adalah prioritas utama untuk kehidupan."

Dia menoleh ke saya, dan kembali membetulkan pandangannya. Lalu suami dan anak laki berumur 2 tahunya datang ikut memandang dipelukan Babaknya. Di ujung senja yang di balut cuaca redup, kami menghirup berat 'ole-oleh' dari Riau yang semakin pekat tidak bisa di tolak.

Kabut asap akibat pembakaran lahan gambut ini sudah lama jadi ke kwatiran saya sejak tempo dulu pernah mengikuti beberapa kali proses persidangan di Pengadilan Tingi (PN) Melaboh, terkait gugatan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) terhadap PT. Kalista Alam (KA) atas pembukaan lahan dengan cara membakar pohon yang sudah di tebang untuk menghemat biaya pembersihan lahan (Pembakaran Lahan).

Parahnya lagi, lahan yang diperkarakan itu, menurut para ahli dalam sidang, merupakan kawasan lahan gambut sedalam lebih dari 4 meter yang izinnya sudah di cabut penggunaan lahannya dari KA oleh Gebernur Zaini Abdullah melalui sidang PTUN pada tahun 2013. Maka patutlah gambut itu harus tetap dilestarikan, tidak boleh di keringkan airnya. Karena akan merusak ekositem komples rawa dan juga akan rentan kebakaran yang pasti mustahil padam tanpa diguyur hujan.

Sebelum ditugaskan mengikuti perkara sidang tersebut ke PN Meulaboh, saya sedikit tau tentang lahan gambut karena latar belakang pendidikan yang saya geluti adalah pertanian.
Defenisi sederhana saya: Lahan Gambut merupakan danau yang berisi tumpukan sendiment organik secara alami. Sanga potensial untuk tanaman rakus air seperti sawit. Namun celakanya, Bila di keringkan maka akan mudah terbakar.

Kemenangan KLH melalui keputusan Hakim Ketua Rachmawati SH pada awal tahun 2014 silam, mendapat apresiasi tepuk tangan yang sangat meriah dari berbagai pihak, baik di media lokal dan nasional, bisa jadi juga dunia. Di karenakan, sidang itu juga merupakan sidang kasus Pembakaran lahan pertama di Indonesia yang berhasil menyeret dan memutuskan perusahaan bersalah, sampai KA harus menganti rugi dana Reboisasi kepada pemerintah dengan denda sebesar 366 Miliar rupiah. Dan juga harus melepas lahan yang ternyata hasil inspeksi PN di lapangan di wilayah kecamatan suka makmur, kabupaten Nagan Raya. Mereka menemukan, fakta bahwa PT. KA telah mencaplok kawasan hutan lindung KAWASAN EKOSITEM LOUSER (KEL) seluas 5. 769 Hektar.

Walaupun itu kemenangan yang cukup besar bagi wajah hukum di Indonesia, tapi, menurut prediksi sebahagian kawan-kawan perngiat lingkungan: Masalah yang akan datang di kemudian hari akan lebih besar. Yaitu: Ketidakmampuan pemerintah mereboisasi dan menjaga lahan dari pencaplokan oleh masyarakat yang mengira tanah itu tak lagi bertuan. Jika tidak di atur dengan sekian rupa peruntukannya, maka akan menjadi konflik yang lebih sulit diselesaikan tidak seperti saat ini.

Kembali berbicara pada fenomena kabut asap yang sampai saat ini masih merendam wilayah Sumatera bagian Utara, Barat dan Selatan. Tak terkecuali  Aceh.

Anda tidak mungkin tidak sepakat seperti yang akan saya jelaskan. Udara adalah sumber penopang hidup nomor satu. Kedua Air, kemudian makanan. Betulkan?kalau ada yang bertanya Kenapa begitu? Coba tahan nafas anda selama 1 menit saja? Anda pasti akan tau rasanya di jemput malaikat maut bila 5 detik lagi tidak menghirup udara? Sedangkan ketiadaan Air, tubuh anda mampu bertahan selama seminggu. Dan makanan selama sebulan.

Udara kebutuhan yang harus kita suplai ke tubuh per-sekian detik. Lalu kenapa pemerintah tidak berfikir? Mengatasi perusahaan yang mau irit biaya bersih-bersih dengan cara membakar lahan yang akhirnya mengakibatkan tercemarnya udara. Ini merupakan hal serius. malah sangat serius untuk di tangapi sebagai darurat nasional kalau permerintah jujur sayang rakyatnya.

Ribuan masyarakat Hiroshima dan Nagasaki musna di hantam ledakan Bom Atom serta radiasinya. Meski tidak serupa.coba Banyangkan jika udara dirambati asap pekat? Tentu Daerah pemungkiman yang di lewati asap juga bergelimpangan mayat yang kehabisan Oksigen.

Oksigen (O2) adalah salah satu muatan gas yang bercampur dengan Kumpulan  gas lain dalam udara. Dari pencarian saya di Wikipedia, Presentase muatan.masing-masing gas tersebut adalah 70% Nitrogen, 20% oksigen. Dan 10% gas lainnya.

Jika asap mendominasi campuran udara tersebut lebih tingi dari oksigen, Maka dipastikan manusia akan berlahan mati karena menghirup zat racun Co2 (karbon dioksida).

Luasan lahan gambut  di Indoneaia mencapai 20.6 Juta hektar. Dan 35% luasan hamparan tersebut berada di Sumatera sekitar 7,2 hektar. Seakan masalah asap adalah Bom waktu yang fatal jika tidak sesegera mungkin di antispasi oleh pemerintah pusat dan Daerah.

Melihat misi pemerintah periode sekarang, yang kian luas membuka gerbang Investasi bagi negara luar. Tidak mustahil Kita juga akan jadi Babu di negara sendiri. Maka bayangkan tahun-tahun ke depan jika pohon rata di tebang. produksi asap pembakaran lahan dari Riau dan Acehpun terus berlanjut. Lalu berkah tuhanpun enggan lagi  turun dari langit karena bosan akan keserakahan manusia terhadap uang semata. 

Saat negeri yang di sebut-sebut sebagai Paru-paru dunia ini 'SESAK NAFAS', dimana lagi oksigen kita dapatkan?

BAYANGKAN..? 

Bagaimana kita harus menjawab pertanyaan sederhana generasi nanti bila tidak menjaga Alam baik-baik? saat bocah-bocah mungil masa depan hanya bisa menikmati keindahan alam lewat membaca buku. Lalu bertanya.

"Ayah, udara segar itu apa?"

Mungkin mudah menjawabnya hari ini, bisa jadi tidak besok hari. Saat Pohon-pohon telah menjadi arang.

1 komentar:

  1. Casino City: The Buffet at Harrah's Resort Atlantic City
    This $10,000-a-night experience is 세종특별자치 출장안마 a feast for all 포천 출장샵 your senses. 대구광역 출장마사지 Enjoy a cocktail cocktail or try your 천안 출장샵 luck at a table 순천 출장안마 with friends,

    BalasHapus