Sabtu, 26 Desember 2015

"Long Black Zulfan Amroe"

SKALA. Seperti peta, anda bebas membandingkan ke skala berapa saja tentang seorang Laki-laki di tulisan ini. Ini cerita tentang seorang Laki-laki yang menjadikan sang Ayah sebagai. "My Hero". Dia tidak pernah mau tunduk pada keterbatasan dalam menyelesaikan pendidikannya. Lelaki yang selalu belajar dari manapun, yang kerap menelantarkan kesenangannya hanya untuk memberi orang lain sepotong harapan . Laki-laki yang terus, dan selalu berjuang demi apa yang diyakininnya benar. Lelaki yang tulus menumbuhkan kebaikan pada orang lain, walaupun tanahnya tidak sesubur itu. Sejauh manapun kamu pertualangi, tetap saja tanahnya tidak akan bisa kamu taklukan. Dia laki-laki berhati gunung.
Malam ini 15 Safar, Purnama tidak nampak didekap mendung. Pukul 20:00 di luar kedai Kopi SKALA, hujan turun rintik-rintik. Saya berjalan dibelakangnya. Laki-laki berkulit hitam manis itu bergegas masuk sambil sigap memilih tepat duduk dengan matanya di teras toko.
Meja kayu persegi empat yang dipilihnya bertuliskan "Payung 2". Kursi meja berpayung hijau itu ditariknya dengan tangan kanan. Tangan kirinya lekas melepas tas hitam kusam berisi laptop yang selalu dipanggulnya kemanapun dia pergi. Kursi kayu jati berwarna serat kayu itu menghadap langsung ke Jalan Protokol Panggo Raya. Saya memilih duduk di sebelah kirinya.
Pelayan datang menghampiri. "Long Black satu," Pesan Zulfan Amroe. Saya membuka menu. "White plot," kata saya.
Seperti biasa, memang tidak ada agenda khusus malam ini. Mencari tempat santai untuk ngopi merupakan kebiasaan setiap kami berjumpa untuk sekedar bercengkrama kesana-kemari tentang apa saja yang terlintas dipikiran. Seperti apa yang terjadi di sekitarnya dan saya, Sedikit mengelitik politik seakan kami pengamat paling tahu, sekali-kali mengenal bangga pada kawan-kawan sekitar, menertawakan diri sendiri, maupun saling menghibur diri dengan mengupas kenangan dibeberapa pelosok desa yang pernah kami datangi bersama. Walaupun kenangan itu sudah disegarkan berpuluh kali bertemu, tapi dalam berbagai nuagsa rindu, tentu kenikmatannya selalu tiba dengan berbeda. Malam ini kami benar-benar rindu Tangse, Desa Pulo Senong yang damai.
Hujan masih turun, udara kian dingin memeluk erat tubuh saya yang tidak berjaket. Saya pernah tinggal dengannya selama 1 tahun lebih, karena itu saya tau dia suka hujan, mungkin alasan itu juga dia memilih duduk di tepi ciprakannya meski udara dingin terasa mengigit.
Kopi di gelasnya nya tinggal setenggah lagi . Satu jam sudah kami mengelana dari timur-ke barat, selatan dan utara kampung kelahirannya.
Saya tidak tau banyak hal pribadi lelaki yang sejak SMA sudah merantau ke Banda Aceh dari kampung halamannya Panggoi, Lhoksemawe. Pertama kali bertemu dengannya, dia merupakan seorang senior yang kerap disebut di kalangan kampus saya sebagai aktivis yang kaya aktivitas sosial. hingga akhirnya, dia menjadi tempat saya pertama belajar menulis.
Pukul 10 malam, hujan belum juga reda. Suasana malam ini semakin syahdu. entah bagaimana awal mulanya kami mulai bercerita tentang diri masing-masing .
Tentang, sosok ayah yang membawa perubahan besar dalam cara pandang kehidupannya, tentang impiannya menjadi seorang pendidik dan punya yayasan pendidikan sendiri suatu saat nanti.
Jika ditanya tentang ayahnya yang kini berusia 60-an, dia akan selalu berkata "My Hero". Kata itu kerap saya dengar darinya saat menjawab dengan rapi pertanyaan kawan-kawannya tentang kuliahnya yang tak kian usai. Lelaki itu memang seperti punya se-samudra sabar untuk menjawab setiap pertanyaan "kapan selesai kuliahnya? Kenapa tidak selesai- selesai?" atau ba-bi-bu yang bagi sebahagian orang yang berada di posisinya pasti merasa sangat menjengkelkan harus mengulangi jawaban yang mungkin tidak mampu dicerna para penakut atau pengecut.
Waktu terus berjalan dengan sendirinya, saya masih mendengarnya baik-baik. Dia terus bercerita tentang bagaimana heroiknya sang ayah dalam hidupnya. Dia memang sudah banyak bercerita beberapa saat tadi, bagaimana dia begitu disayang ayahnya, Kemanapun ayahnya pergi, dari 2 orang anak laki-laki dan 2 orang kakak perempuannya, dia anak laki- laki yang sering dibawa-kemanapun ayahnya pergi. Karena itu, dia punya banyak kenangan manis tentang ayahnya.
Meskipun begitu, ada satu hal yang membuat dia bersedih bila mengigat sosok ayahnya. Bagaimanapun kondisi ayahnya saat dia pulang ke kampung, sang ayah hanya berpesan satu hal padanya. "Selesaikan kuliahmu". Dan itu juga merupakan sebuah kepuasan yang ingin dia tunjukan pada ayahnya, di samping bagi dirinya sendiri mengangap apapun pencapaian yang sudah didapat, jika tidak punya pendidikan, maka semua akan sia-sia. Ironis memang mengigat selama 16 tahun dia belum juga selesai S1. Namun lelaki murah senyum itu punya pemikiran yang unik. Bukan Zulfan Amroe namanya bila menyerah pada masalah.
"Ayah kemarin sakit, saya merasa sedih melihat dia terbaring lemas dengan tubuh yang kian tua. saya merasa begitulah saat aku masih kecil dulu, saya dipanggul ke kamar mandi, diganti pakaian olehnya." Katanya dengan raut wajah penuh kesedihan.
"Saya sempat menyelinapkan air mata, saat mengingat belum bisa memenuhi permintaannya, dan itu juga keinginan saya. Selain ibu, Ayah memang orang yang paling tau saya, orang yang paling menyanggi saya, dia paham bagaimana jiwa saya. Bagi saya sendiri, bagaimanapun juga Pendidikan itu memang penting."
"Selesaikanlah kuliahmu, Bang." Sela saya menyemangatinya. Karena saya tau selama dekat dengannya, bahwa sosok ayah yang kian renta itu sangat disayanginya. Sampai-sampai dia membuatkan sebuah lagu yang berjudul "Ayah" dan nasehat seorang ibu pada anaknya, "Neuk". Dia memang berjiwa seni.
Tiba-tiba saya teringat ketika pada penghujung 2014 dulu di Melaboh. Saat itu, saya di ajaknya menuju Aceh Selatan sampai ke Betong Ateuh, kabupaten Nagan Raya untuk mewawancarai kepala desa yang desanya terdapat kegiatan perusahaan penambang emas.
Kala itu, Aceh sedang dinyatakan oleh Gebernur Zaini Abdullah dalam status "Moratorium Tambang". Pekerjaan surveyor itu diberikan oleh Kolisi Penyelamatan Hutan Aceh [KPHA] dalam mengawasi Perusahaan yang berada di beberapa wilayah Aceh. Perjalanan selama 7 hari itu, kami tempuh berdua dengan sepeda motor.
November memang bulan penghujan. Hari ke Empat, Zulfan yang mengajak saya menginap di seketariatan Mapala Tarantula, Universitas Tengku Umar Melaboh. Mapala memang dikenal dengan sifat kekeluargaanya yang erat, jangan harap bisa selamat dari bullyan, bila tiba-tiba kami tidak singgah di tempat itu jika ketauan melewati Melaboh. Bisa-bisa tidak dianggap saudara lagi... Memang begitu adatnya.
kami sampai di sana pukul 10 malam. Sehabis mengeringkan badan akibat kehujanan, kami ikut duduk di teras bersama teman-teman yang lain. Lagu Zulfan rupanya digandrungi mereka juga, oleh karena itu, Zulfan sering diharuskan memaikan lagu untuk mereka setiap berjumpa. 

Gitar terus digelitik dengan beberapa lagu tentang cinta dan kritik social ciptaannya bersama kawan-kawan. Setelah beberapa lagu dinyayikan, saya meminta dia memainkan lagu "Ayah". Tanpa berkata, dia langsung memaikan gitar dengan pelan, semetara suara hujan dan sahutan Katak digenangan air sekitar, seakan terdengar ikut ambil andil dalam mengiring kolosal musik ini.
Sesaat, dia terdengar terus menyanyikan liriknya dengan sempurna. Tiba-tiba saja suaranya menjadi parau, matanya dipejam, wajahnya mulai berbahasa resah akan kerinduan. Dia pun berhenti memaikan gitar dan berkata, "Ngk, ngk jalan lagi otak aku." Gitar itupun diletakannya. Saat ini saya tersenyum mengingat Saat itu. Akhirnya saya sedikit paham, seberapa besar rasa sayang laki-laki pertualang itu pada ayahnya.
"Ia, pasti, pasti kuselesaikan apa yang sudah ku mulai dan akan terus ku lanjutkan setelah inipun." Dia menjawab dengan nada tenang pertanyaan saya tadi sambil menyerumput dalam rokok ditangan kanannya .
Suasana semakin hening, sekali-kali terdengar sahut tawa di sela suara hujan dari sekerumunan muda-mudi yang sedang asik berfoto riya merayakan ulang tahun kawannya dibagian dalam toko. Setelah asik bercerita tentang bagaimana luar biasa sabar ayahnya menghadapi kekanakalan sang Zulfan Amroe remaja. Tiba-tiba wajah hitam manis yang mempunyai tompelan di pipi kanan itu menyerigai ke arah saya. "Ayah pernah saya buat marah sekali." Ujarnya diiringi tawa.
Zulfan bercerita. Setiap selesai magrib di kampungnya Lhoksemawe, Zulfan selalu harus pergi mengaji ke rumah Tengku (Ustad) yang tidak jauh dari rumahnya. sampailah pada sebuah malam, dia berencana bolos mengaji untuk sekedar nongkrong di warung kopi. saat dia tiba di lorong jalan menuju pengajiannya, diam-diam dia membungkus kitab dalam kain sarung dan meletakannya di bawah atap sebuah kandang ayam di lorong tersebut. Ketika sudah di anggap aman, dengan riang dia pun langsung berlari menuju warung kopi yang tidak jauh dari rumahnya.
Rencananya berbuat begitu, agar saat yang lain pulang, dia juga pulang dengan masih menenteng kitap dan kain sarung itu. Seakan-akan dia baru pulang mengaji dengan yang lainnya. Ya..dia memang nakal.
Dia masih tertawa saat menceritakan kenakalan yang membuat ayahnya marah besar padanya. "Saya sedang asik duduk di warung kopi, secara tiba-tiba saya melihat ayah dengan raut wajah marah bergegas menghampiri . Saya pun berlari tungang langang menuju lorong untuk mengambil kitab. Kemudian saya berfikir untuk apa berlari. Saya berhenti. Wajah ayah terlihat semakin marah sekali saat mendekati saya. Tanpa berkata apa-apa, ayah langsung mengayun tangannya ke arah saya. Beruntung saya dapat menghindar dengan cara mencongkok, dan berlari ke rumah bersembunyi dibelakang ibu." Kenangnya.
Sesampai di rumah, ayahnya pulang dengan masih memendam marah. Bukannya menghampiri Zulfan, tapi ayahnya langsung mengambil Vespa miliknya. Zulfan melihat kekesalan yang dalam atas prilaku bolos mengaji itu pada zulfan. "Ayah langsung mengengkol vespa dengan marah, lalu melaju kencang sekali ke arah pintu pagar yang tidak begitu besar. Seperti mau menabrakkan diri. Saya berlari sekencangnya mengejar ayah."
Zulfan lanjut berkata, "kalau dipikir-pikir, entah bagaimana saya bisa berhasil mengejar Vespanya dan merangkulnya dari belakang sambil terus menangis terisak-isak, saya peluk ayah dengan kuat. Lalu saya merengek ke ayah, ayah jangan marah. Saya tidak akan mengulanginya lagi," kata Zulfan berjanji pada ayahnya. Dan setelah kejadian itu, zulfan berusaha sebisanya tidak membuat ayahnya marah .
"Ayah begitu sayang dan paham saya. Kemarin dia sempat menelpon saya dan bertanya Peu ka peget di Metro TV (Apa yang kamu lakukan di Metro TV?)," kata Zulfan sambil menyeringai ke arah saya.
Beberapa waktu lalu Zulfan memang sempat diminta oleh senias muda untuk menjadi objek sebuah film Documenter yang berjudul “Sang mantan” yang akan diperlombakan di metro TV.
Film itu terkait pengalamannya pernah terperosok ke dunia narkoba yang sudah lama dia tinggalkan. "Saya bilang, ngak ada apa-apa Ayah, itu cuma berbagi pengalaman pada anak muda. Dan ayah memang selalu paham saya. Dia langsung menutup telpon setelah lagi-lagi tidak lupa mengigatkan saya untuk secepatnya menyelesaikan kuliah," tuturnya dengan menyiratkan wajah bangga akan ayahnya yang penyabar itu.
Saya terus bersambut tanya lebih dalam tentang bagaimana sosok sang ayah bagi Zulfan, dan seberapa penting pendidikan harus diselesaikan olehnya.
Bagi zulfan sendiri, pendidikan adalah suatu keharusan yang harus dimiliki oleh semua orang. Di sekian lama perjuangannya, dia mengajak saya menyelam melihat permata dalam jiwa masing-masing manusia.
"Salah, salah jika ada yang bilang pendidikan itu tidak penting."
"Selama masih hidup, kita tidak boleh berhenti belajar." Ucapnya dengan mengebu.
Lalu saya bertanya "Mengapa tidak menyelesaikannya dengan cepat seperti orang lain?"
“Saya sedang perjalanan menyelesaikannya.”
“karena pendidikan? Atau semata-mata karena permintaaan orang tua anda?”
"Tidak. Bagi mereka yang mendengar lamanya saya kuliah, mereka memang tertawa. Mungkin menganggap saya bodoh, tapi biarkan saja, setiap orang senang melihat tujuan, dari pada peduli terhadap prosesnya."
"Kalau mau dibandingkanpun, saya siap berkompetisi karya dengan mereka yang selesai kuliah dengan cepat. Hidup bukan cuma tentang apa yang kamu raih, tapi apa yang sudah kamu lakukan dengan ilmu itu untuk orang lain," paparnya.
Di belakang kami, pelayan toko terdengar krasak-krusuk membereskan kursi. Jarum jam ditangan saya pun sudah menunjuk pukul 1. Hujan sudah reda, kami pun beranjak pulang menuju kantor pemberitaan Online Atjehlink, yang juga jadi tempat tinggal bagi Zulfan . Tapi ceritanya belum selesai sampai disini.
Dalam perjalanan pulang mengendarai sepeda motor yang hanya berjarak setengah kilo meter saja itu, tiba-tiba saya teringat pada perbincangan Juan Arias dengan Paulo Coelho dalam bukunya SANG PENZIARAH buku itu berisi wawancaranya dengan penulis terkenal dengan buku terakhirnya VERONIKA MEMILIH MATI.
Sosok zulfan Amroe memang tidak se-manca negaranya Paolo, tapi di Aceh, karyanya berupa lagu, film documenter dan sepak terjangnya dalam aktivitas kampus maupun LSM. Sudah dapat dikatagorikan "Ngeri" untuk seorang yang ditertawakan oleh mereka yang kaya titel .
Sekelumit kesahnya ini, kembali berlanjut dalam kamar tidur, dan terus berlanjut meski listrik tiba-tiba padam. saya terus menjadi pendengarnya yang baik akan keresahannya. Karena saya tahu,jarang-jarang seorang Zulfan mengungkapkan tentang dirinya pada orang lain, dan entah mengapa saya merasa begitu beruntung dapat mendengar dan diizinkan menulis tentangnya.
Memasuki tahun ke-Tiga kuliahnya, pada 26 Desember 2004, Bencana Tsunami meluluhlantahkan pesisir Pantai Barat, Utara dan Banda Aceh. Zulfan, memang sudah Aktif di organisasi MAPALA Fakultas Hukum Unsyiah. Dimana dia mengaku pada saya, banyak ilmu yang bermafaat yang dia dapat disana. Dia juga Sempat dihempas tsunami, hingga akhirnya dia berhasil menyelamatkan diri ke Bandara Iskandar Muda. Berbekal jiwa pengorganisiran yang di dapatnya di UKM MAPALA dia akhirnya menjadi orang yang bergerak secara insiatif mendirikan penampungan pertama di daerah Blang Bintang. tepatnya di Desa Cot Mahdi.
Dia mengatakan, semua itu terpikir begitu saja, karena dia merasa sedih ketika melihat orang yang kocar-kacir dalam kepanikan, tidak ada yang mengendalikan kondisi tersebut. Akhirnya pada hari tsunami itu pula dia bergerak dengan inisiatif sendiri mengatur para pengungsi di dalam dan pelataran bandara yang telah luput dari segala aktivitas pesawat.
Selama dua tahun, dia rela menelantarkan kuliahnya demi mengabdikan diri demi masyarakat yang sudah dilanda kepanikan, tidak tau lagi arah tujuan hidupnya. Memberi subangsih moral dan menyalurkan moril sumbangan masyarakat luar negeri agar sampai ke tangan pengungsi yang saat itu dalam kondisi memprihatinkan. hal itu terus di kerjakannya saban waktu dalam kurun waktu 2 tahun tanpa pamrih.
Demi kegiatan mulia tersebut, Zulfan harus pun harus rela membiarkan sejenak masa studi selama 5 semester berjalan begitu saja.
Dia sempat mengatakan kondisi harus mengurus pengungsi pada seorang Dosen. "Tapi dia menjawab dengan kata yang terus tergiang dipikiran saya: Mengurus pengungsi itu bukan urusan kamu." Zulfan terdiam. Kedua tangannya sibuk memijit batang Kretek tanpa membakarnya. Ada benih kesedihan di matanya.
Dalam hitungan detik, dia kembali berkata dengan lembut dan terukur. "Bahaya sekali ketika seorang pendidik saja tidak paham Tridarma perguruan tinggi. Apa arti sebuah ilmu jika hanya untuk menyombongkan diri." Katanya dengan pelan, tapi tegas.
Zulfan juga mengatakan, yang sangat mengecewakannya lagi, pada saat dia mengurus pengungsi tsunami. Ada seorang dosennya yang juga menjadi pengungi dipenampungannya. “tapi mau dikata apa, tiada pemakluman apapun untuk orang yang tidak pernah tau arti memberi, padahal pada masa itu semua kacau.”katanya.
Relawan sudah mulai ramai berdatangan dari berbagai Negara. Zulfan harus kembali dalam aktivitasnya sebagai anak kuliahan disisa beban kuliah selama 2 tahun lagi menurut perkiraannya.
Namun setelah satu tahun berlalu, alangkah terkejutnya dia saat tau namanya terpajang sebagai salah satu mahasiswa yang dinyatakan akan DO. Namun dia berdalih, hal itu tidak benar. Sebenarnya dia punya 1 tahun lagi karena pada satu tahun yang lalu sebelum tsunami dia penah mengambil non aktif. Namun dia tidak dapat menunjukan surat keterangan dikarenakan rumah kostnya di kampung Laksana sudah terkena tsunami.
Tidak mau dianggap bohong dan sekaligus mencari keadilan. Dia mengumpulkan bukti slip pembayaran SPP Untuk membuktikan, bahwa benar dirinya tidak terhitung membayar SPP pada tahun tersebut.
Staf Admintarasi pada saat itu sudah mengiyakan secara lisan. "Ya sudah.. kamu kuliah saja." Tiru zulfan kata-kata Staf itu.
"Tapi pak, tolong buatkan secarik surat keterangan untuk pegangan saya," pinta Zulfan.
Dan staf tersebut lanjut berdalih, bahwa hal tersebut gampang. "Urusan dekan biar saya yang urus." Ketus staf Laki-laki itu, kata Zulfan.
Namun kenyataan tidak seperti dugaannya, namanya masih melekat dalam daftar DO. Keadilan terkadang memang banyak versi. Semua bisa di otak-atik terngantung keinginan yang mengadili dan siap yang akan di-adili.
Zulfan merasa tidak pernah berlaku tidak sopan pada gurunya. Namun, dia mengaku pernah menjabat sebagai Ketua BEM Hukum, dia berasumsi, mungkin ada dosen yang tidak senang dan tidak bisa berfikir objektif. Sehingga sifat tersebut di rasakannya tidak menjadikan beberapa tenaga pengajar di dalam fakultasnya menjadi seorang pendidik atau guru sebenarnya. Di tambah lagi ada kontra antara dosen ini-itu. "Siapa yang mau tau hal tersebut? Kenapa mahasiwa jadi bulan-bulanan ke-egoisan para dosen?." katanya dengan nada heran.
"Saya pasrah, tidak marah, tapi saya kecewa terhadap kualitas beberapa pengajar yang sebenarnya tidak punya jiwa mengajar. Apalagi mendididik! "Ucapnya dengan nada datar. Kini raut wajahya mengambarkan kegeraman. Sepertinya dia punya sekantung amarah yang ingin dikeluarkan, tapi terganjal sesuatu. Entah, entah apa yang menganjalnya. Mungkin, sabar.
Setelah dirinya tercantum dalam nama DO, dia merelakan diri harus pindah kuliah setelah berusaha berlaku jujur dan berusaha kesana-kemari menemui pemilik kekuasaan fakultas, seperti pada dekan untuk mengadukan perihalnya. Para pemangku Fakultas sempat mengelar rapat untuk memutuskan nasib Zulfan di fakultas Hukum tersebut. Namun, dalam rapat senat tersebut, keputusan pun tetap mengharuskannya pindah dari kampus Jantong hate rakyat Aceh.
Kekecewaan mengumpal didadanya, namun bagaimanapun juga, guru adalah guru. "Tidak perlu arogan atau membawa Backing seperti ada kawan yang lainnya, mereka tetap orang yang harus dihormati," Kata Zulfan setengah menasehati saya.
Usai diputuskan harus pindah atau Drop Out (DO), Kendati ingin melepas sedikit kekesalannya. Dia menyempatkan diri mengirim pesan singkat kepada seorang dosen wanita dari dua orang laki-laki yang sempat diketahuinya dari salah satu dosen lain: Bahwa mereka yang kekeh meminta pada dekan pada rapat senat itu, agar dia tidak diluluskan.
Begini isinya kata Zulfan. "Selamat ibu, anda berhasil". Dosennya pu langsung menelpon zulfan untuk mengatakan bahwa bukan dirinya yang minta dekan untuk tidak mempertimbangkan nasibnya. Zulfan pun hanya membalasnya lagi dengan ucapan terima kasih pada dosen tersebut.
Perjalanan pendidikan seorang Zulfan Amroe yang kerap di kenal dalam lingkungan sebagai sosok penuh inspirasi. Seorang yang berjiwa besar. Saat ini, perjuangan pendidikan sosok yang penuh karya yang betebaran dimana-mana itu masih berlanjut hingga detik ini tulisan tentangnya saya tulis.
Jalan kelam sudah terlewati, masa sulit telah berganti . hingga hari ini, dia terus berusaha sekuat daya upaya untuk meluluskan niatnya untuk terus mengapai pendidikan setinggi mungkin.
Kini, pelantun lagu Eh Malam Gam itu sudah melewati 2 semester di Universitas Abulyatama, Aceh, untuk melanjutkan studi S1 bidang Hukum Ketatanegaraan.
"Sebelumnya saya sempat ingin pindah ke kampus Muhamadiyah , kebetulan, seorang dosen di kampus lama saya menjadi Pembantu Rektor Tiga disana. Saya telpon untuk menanyakan perihal syarat pindah ke sana. Tapi dengan sontak dia menjawab, kamu tidak di terima di kampus ini. Saya merasa sedih, karena saya tidak pernah tau apa yang telah saya buat hingga seorang guru yang saya muliakan itu begitu marah pada saya. Saya tidak tau?" Kini wajahnya mengandung benih kesedihan. Pada kerutan kening dan tatap matanya terasa ingin jawaban yang sangat ingin dia tahu tentang kemarahan dosen atasnya.
Zulfan terlihat menyelipkan sebatang rokok lagi kesela jari tengah dan telunjuknya. Di tangan kanannya itu, terlihat melilit sebuah gelang dari serat kayu yang ikut diikatkan sebuah cincin besi berwarna putih. Tangan itu terlihat kaku saat dia mulai membakar rokok.
Saya masih mendengarnya dengan baik. Saya tersenyum. Dia tersenyum. Kemudian digerakan tangannya ke depan, seraya berkata. "Apa yang saya alami, biarkan jadi pelajaran bagi yang lainnya, karena pendidikan itu sangat penting. Salah bila karena ada masalah menghadang di tempat yang satu, kemudian berhenti mencari ilmu di tempat lain." Lagi-lagi dia menasehati saya untuk melanjutkan Studi ke S2 Pertanian. Saya hanya mengiyakan.
Tidak peduli seberapa tua dia untuk sekelas Sarjana S1, bagi Zulfan, tiada tawar-menawar untuk tidak menyelesaikan pendidikan. Pendidikan itu penting, katanya. Dia terus melaju meng apainnya dengan semangat yang terus muda. Zulfan memang tidak kenal lelah mencari ilmu.
Terkait impian mulianya menjadi seorang Guru dan mendidirikan sebuah yayasan dengan dasar pendidikan emosional,dia punya pandangan yang baik. Menurutnya, semua orang berbeda-beda. Seorang guru harus bisa menilai dengan banyak penilaian. "Seperti seorang anak misalnya, yang pandai berbicara belum tentu pandai matematika. Bisa saja anak lain mudah menghafal, tapi yang lain harus diingat dengan diajarkan secara praktek." Terangnya.
Menurut Zulfan sendiri, setiap pelajaran harus dipraktekan langsung setiap kali pertemuan. Tidak hanya dijelaskan secara teori. Karena ilmu itu harus diajarkan dengan pelan-pelan sampai si anak mengerti. Bukan cuma hanya mengejar habis kurikulum sehingga dinyatakan lulus. "kalau begitu ceritannya, si anak akan masak seperti buah karbitan, sehingga kalau di lempar ke masyarakat. Di takutkan dia tidak mampu membangun apa-apa. Semua ilmu ada prakteknya. bisa,baik atau tidak ilmu itu memang tergantung pendidiknya," Jelasnya.
Zulfan memang selalu memandang pendidikan itu tidak boleh cuma mengejar formalitas semata. Belajar itu di pandangnya dapat dari mana saja, pohon, daun, kambing, dan semua yang Alam di sekitar kita. Belajar, bagi zulfan tidak pernah mengenal kata cukup. Dia terus berkarya dalam hal apa saja di hari-harinya. Terus memberi apappun yang dia bisa. Dia berbeda dengan kebanyakan manusia yang pernah saya temui.

Lagi-lagi saya teringat saat jadi mentor mahasiwa baru. Setiap saya tanya untuk apa kamu kuliah?hampir rata-rata menjawab ingin mencari kerja. Ada juga yang sontak menjawab ingin jadi pegawai negeri. Sebagai anak, saya punya ketakutan melarat yang sama, yang akhirnya berujung mencari harta semata. Secara tidak sadar, kita menjadikan ladang ilmu sebagai pemberi kekayaan dengan menghalalkan cara apa saja. Padahal, sebaik-baiknya ilmu adalah prilaku yang baik.
Semua orang mencari kebahagian, tapi terkadang kita lupa: Bahwa kebahagian itu tidak bisa dibeli dengan uang. Kebahagian itu sangat sederhana. Seperti Zulfan, dia bahagia dapat memberi secercah harapan pada mereka yang kebingungan.
Sembari mengakhiri ceritanya, dia menanamkan sebuah nasehat lagi pada saya. "Setiap manusia harus bermafaat bagi orang lain. Tanpa itu, kita akan hidup jadi orang yang sia-sia." Maka yakinkanlah pada diri kita masing-masing, bahwa harta termahal manusia adalah Ilmu pengetahuan.

Credit foto: Reza Mustafa.

Jumat, 25 Desember 2015

9 TahunTsunami, Zubaidah Masih Mencari Anaknya kembali

Sudah 9 Tsunami berlalu sejak bencana tsunami menerjang pesisir pantai Banda Aceh. pagi itu 26 Desember 2012. Saya bertemu dengan seorang ibu yang bernama  Zubaidah . dia terlihat menangis terisak-isak sambil dipegangi tubuhnya oleh seorang wanita, yang akhirnya saya ketahui sebagai adiknya.

Zubaidah terlihat berjalan tertatih-tatih diatas kuburan massal Siron, Lambaro, Aceh Besar. Saya berdiri sambil memotret beberapa orang yang sedang mengaji. Beberapa orang terlihat menangis melantunkan surat Yasin. 

"Bedoh kak..Bedoh. (bangun kak, bangun) ." Saya melihat ke arah Zubaidah. Rupanya perempuan itu sedang jatuh terduduk di atas rumput. Di samping kanan, adiknya terus menagis menenangkan Zubaidah yang juga menangis sambil menutup mulutnya dengan Jilbab putih yang dikenakannya.

Tsunami Di Ingatan Reporter TRans 7, Uni Z Lubis.

Banda Aceh- Matahari pagi bersinar terang seperti biasanya pada minggu 26 Desember 2004. Namun di balik itu semua, setiba detakan jarum jam pada pukul 07:58:00 menjadi hari yang mengharukan bagi seluruh dunia.

Gempa Bumi berkekuatan 9,3 Skala Richter yang juga iringi tsunami meluluh-lantahkan bangunan, pepohonan dan menerjang apa saja yang dilewatinya sepanjang 10 km dari pesisir pantai Banda Aceh dan Aceh Besar hingga wilayah Barat Aceh juga terkena terjangan dasyat tersebut.

Menurut catatan dari kementrian Sosial 105.652 ribu orang merengang nyawa hingga keprihatinan mengalir deras dalam bentuk bantuan moral maupun materi dari seluruh dunia yang secara cepat datang dari segala penjuru mata angin membantu Aceh bangkit dan menata kembali kota maupun semangat masyarakat yang dirasa redup kala itu.
.

Kisah Tsunami Daniel "Antara Hidup Dan Mati".

Banda Aceh- Saat mengenang kejadian disitulah muncul kerinduan, mungkin, kata itu yang lebih tepat untuk mengambarkan kesedihan dan kerinduan Daniel Amrizal pada keluarga yang meninggal Dalam musibah bencana Tsunami  pada 24 Desember 2004 di Aceh.

Bencana gempa yang diikuti oleh gelombang tsunami 10 tahun lalu menerjang kampung halaman Daniel di tepian sungai Aceh yang terletak tidak telalu jauh dari pesisir pantai di wilayah Peulangahan, Kecamatan Kutaraja Banda Aceh.

Gelombang dasyat tersebut,Tidak hanya meluluhlantahkan infrasruktur desanya menjadi hamparan tanah kosong, namun mengakibatkan ribuan korban jiwa meninggal pada hari itu. Menurut catatan kementerian Sosial sebanyak 105. 2620 orang meninggal dalam tsunami,dengan itu bisa dikatakan 5 orang diantara korban tersebut adalah keluarga Daniel yang tidak selamat dan tidak diketahui dimana jenazahnya.

Rabu, 26 Agustus 2015

Puisi: Pada Muda

Dalam pandangan yang rabun, ada hati yang jernih.di balik wajah yang buruk, ada etika yang mulia.

Lawan sebenarnya adalah nafsu yang gila, perompak dekil demi kerakusan.

Lahirlah pada muda, berjuang setia pada panas dan hujan.
Jika mati muda , senyuman  bunda menjadi surat cinta berisi doa.

Cinta itu Nyeri

Gusar terus mengerayangi kulit-kulit.
taman bunga sekejap tandus, apalagi kalau bukan nyeri.

Senin, 30 Maret 2015

Puisi: Dengar..!

Tergantung berada dimana? Maka kau akan melebur sebagaimana aromanya.

Menjalar searah pikiran yang tersangka benar, maka telanjanglah Adam.

kau, aku, terikat dalam segumpal daging yang berbicara

Sabtu, 28 Maret 2015

Foto : Kegembiraan Menyambut Hujan.



Hujan yang mulai turun sejak musim panas yang berkepanjangan di wilayah Aceh Besar dan Banda Aceh disambut gembira Anak-anak sekolah Dasar (SD) yang bertempat di lingkungan kampus Abulyatama, Aceh Besar dengan bermain dalam genangan air di depan salah satu gedung kuliah kampus tersebut saat jam pulang sekolah.

Buang 'Hajat'

Foto kawanan kerbau menyeberang Krueng (sungai) Teungku,
Aceh Besar
 / Rahmat Hidayat (2009)
HAJAT. Sudah jadi kebiasaan hampir seluruh masyarakat yang berada di penggunungan maupun di kaki gunung yang di belah oleh banyak sungai membuang 'hajat' didalamnya.

Pemukiman yang rengang maupun tidak mampu membangun sanitasi memang bukan sebuah alasan atas kebiasan yang dipandang 'lucu' oleh mereka yang biasa meloloskan ampas lauk pauk ke dalam tampungan.

Rabu, 25 Maret 2015

Pada Sahabat Kecil




Apa kabarmu sobat?Lama tidak berjumpa.

Aku masih seperti sedia kala. apa yang perlu kamu tau? Kamu tau pasti tentangku.

Sejak terakhir berpesta kopi, Kita memang tidak biasa membahas pergiokan yang sekarang kian merajalela di atmosfir kutaraja (Banda Aceh). Tidak juga kita terlalu peduli pada lambang dan warna-warni politik kaum biokrat itu.

Jumat, 20 Maret 2015

Cerita : Nasehat "Jangan Mabuk" Dari Pemabuk.

NASEHAT. Malam kian larut, cahaya purnama mendesak masuk dari rimbun tajuk pohon yang lebat menutupi batang sungai di sebuah tempat yang tersembunyi. Kami menyebutnya tempat "rahasia". Jauh dari kebisingan dan hiruk-pikuk sombongnya kota.
Tempatnya memang agak terpencil, namun hanya 20 menit dari pusat kota Banda Aceh. Tidak ada Listrik disana, penerangan hanya mengandalkan rambatan cahaya jilatan api dari kaleng bersumbu yang diisi minyak bumi.

Kamis, 19 Maret 2015

Badai Februari

Badai Februari selalu Dasyat. saya selalu remuk di bantainya. Isi kepala berhamburan entah kemana? Tapi saya hidup, masih berjalan dalam daya yang semakin meredup.

Ini minggu ketiga dipersembunyian, Februari sudah reda, namun berganti nama Maret yang panas. Daun-daun luruh dari batang, kali ini tiada tempat lagi untuk berteduh sembuh.


Cerita : Mengenang Cinta Mahasiswi Kedokteran Berhati Gunung.

"Wajahnya sangat cantik, Kalau di pikir-pikir, ntah di mana ganteng saya sampai anak kedokteran itu suka sama saya," kata seorang kawan yang punya badan tegap, tampang garang, lengan berotot berkulit hitam pudar pada malam kamis,11 maret 2015 itu.


Kamar berkotak 4x4 ini memang sepi tidak seperti biasanya, hanya tinggal kami berdua berbaring malas dengan Handphone di tangan. Beberapa Lagu era reformasi dari Iwan Fals dan lagu cinta pilihan ikut duduk di telinga menemani suasana sunyi ruangan.
Biang keroknya memang dari Lagu cinta dan rapal mantra pengasih dari orang lemah psikologis yang saya dengarkan padanya untuk sekedar mengundang tawa, sehingga berhasil membuat kami tertawa bersama-sama. Begini bunyi mantra yang sempat saya rekam pada selembar malam yang membuat kami tertawa saat menolong dia yang bicara meracau sedang gesot di tengah pinggir kota Blang Pidie pada penghunjung 2014 silam.

"Hong, Segala Bak, ku sintak kenong peurede, keudeh ku hoi keuno kajak, menyoe ka galak kah bak qe, dengan kalimat lailahailallah."
Setelah merapal itu, kemudian orang yang kurang waras itu langsung minta di rekam lagu cintanya. Lagi-lagi saat mendengar dia melantunkan lagu dengan lirik, "Indah malam sayang, na bulen purnama, megeudam hai adoe, teingat ke gata." Serentak kami tertawa mendengar suaranya yang melengking seperti kenalpot tua.
Tentu kami bukan orang yang percaya akan mantra pengasih itu, kami hanya mengambil tawa, sambil kemudian saya ceritakan bagaimana dia menanyakan harga mobil kawan saya yang enak sekali duduknya, lagi-lagi itu membuat kami tertawa hingga akhirnya dia bercerita tentang kisah cinta yang membelit beberapa kawan seangkatan dan seniornya di sebuah organisasi pecinta alam (Mapala) di fakultas berlambang timbangan, di Universitas ternama di Aceh oleh seorang anak Fakultas Kedokteran berparas bidadari, katanya.
Kisah itu lagi-lagi membuat saya tertawa terpingkal-pingkal saat mendengar dia berkata tidak menyangka bisa di sukai oleh wanita secantik anak kedokteran itu. Padahal di antara hampir puluhan lelaki yang masuk dalam persaingan "Bursa saham cinta" itu , hanya dia dan seorang seniornya yang berwajah boros dan kelam.
"Entah kenapa dia suka saya? Tapi hidup saya, baru itu sekali merasa ada wanita yang suka sama saya," katanya sambil sangat serius menyambung cerita. Sedangkan saya terus tertawa mendengar dia menyebut satu persatu para pengejar cinta wanita berparas cantik mahasiwa jurusan pilihan sejuta umat itu.
Semua persaingnya saya kenal, tapi dia melarang saya menyebutkannya agar tidak mengundang tawa ataupun murka mereka akan cerita lucu yang mereka sendiri pura-pura tidak saling bicara kenangan itu.
Saya mengenal kawan saya ini sebagai orang yang garangnya minta ampun. selain seorang yang selalu berdiri lantang saat mengelar "Demo" pada saat masih menjadi mahasiswa, juga pernah menghantam seorang anggota polisi yang "sok jagoan" di kampus untuk membela adiknya yang terbelit urusan mahasiswa, dan mungkin karena tempat tinggalnya juga di wilayah basis pemberontakan GAM masa dulu, hingga membuat gayanya tersirat sangat bugam (Macoe..)" tertempa kerasnya konflik senjata yang kepanjangan.
Tapi malam ini, mata saya terkencing-kencing mendengar cerita cintanya.
Di antara semua lelaki yang mendekati wanita itu, hanya dia yang disukai, kata kawan si wanita yang juga dekat dengannya saat itu. Tentu serta-merta hal itu membuatnya sangat senang, tapi hanya dinikmatinya dalam hati ketika mendengar berita gembira yang setara dengan mendengar berhak menerima "harta karun" berupa berlian sebanyak segudang padi. 

"Tapi saya harus mundur meski lampu hijau tanda cinta menyala, karena melihat tingkah salah satu senior saya sedang cinta mati padanya," Katanya.
Walaupun di balik itu semua, senior itu tidak tau bahwa jelita itu sama sekali tidak cinta, karena sayang melihat seniornya yang pantang menyerah mengejar wanita sekelas wajah Raisa itu. Akhirnya dia memasang wajah hambar tanpa dosa di suatu senja dan mengatakan pada si wanita: Bahwa kamu bukan pakaian bagi saya.
Wanita yang hobi mendaki gunung itu menangis, katanya. Saya tertawa. Dia menangis untuk orang yang kalah telak bila ikut seleksi wajah dia antara pemburu cinta wanita itu lainnya.

 "Saya tidak tau pasti kenapa dia suka saya, mungkin karena saya pernah menyodorkan kaki saya saat dia ingin menaiki diding bak truk yang tinggi saat kami akan berangkat camping ke puncak Kuta Malaka," ujarnya.

Kali ini, Laki-laki berwajah preman itu nampak serius, lalu tiba-tiba tersenyum dan lanjut berkata, "Atau mungkin karena saya pernah memberikan jaket saya saat dia kehujanan di sebuah pendakian." Hahaha..saya kembali tertawa karena tidak menyangka dia seromantis itu. Dia juga ikut tertawa sambil membenarkan kejadian itu dengan anggukan kepala dan wajah tulus itu ke arah saya.
Setelah lama tertawa plontang-planting mendengar ceritanya sambil saya berkata tidak menyangka dia begitu lembut orangnya, kemudian dia lanjut bercerita. "Setelah saya menolaknya, dia mengatakan kata yang sampai saat ini masih saya ingat: saya tidak akan menikah dengan orang Aceh. Dan hari ini saya melihat itu, dia menikah dengan orang Bandung pada 2011 silam."
Kini suasana menjadi sedikit rapat setelah dia menceritakan itu, padahal sebelumnya dia sempat pernah menceritakan bagaimana dia merasa terharu dan geli sendiri saat meniup lilin kue ulang tahun yang di bawa wanita itu saat ulang tahunnya. Padahalnya lagi katanya, seumur hidup dia tidak pernah merayakan ulang tahun.
 "Baru kali itu saya meniup lilin, Hai dari nek kon hantom ta kaleun peukaten lage nyan (dari masa nenek saya, memang tidak pernah melakukan hal demikian), "cetusnya hingga membuat saya kembali tertawa terpingkal-pingkal. Yang sebenarnya memang begitu adanya tradisi Aceh yang masih dianut kuat dalam keluarga.
Sebenarnya yang membuat saya terus tertawa bukan karena sekedar kisah cinta yang kini sedikit dia sesali. Karena menurut saya, gagal cinta biasa bagi anak muda. Tapi apa jadinya jika sebuah kisah melankolis terjadi pada lelaki dengan Gaya "Rambo" dan sikapnya yang serba jantan itu, namun rela bergadang demi membuat kado ulang tahun sampai jam 4 pagi.
Saat semua para pesaing di bursa cinta calon ibu dokter mengeluarkan senjata mematikan dengan memberi kado berharga, dia hanya berfikir sederhana dan se-desa-desanya, hanya seongok potongan bunga Karang yang dirakitnya dengan lem menjadi sebuah bunga karang besar yang kemudian dia balut dengan selembar koran tanpa hiasan apa-apa. Tanpa perekat lem, hanya ujungnya dia pelintir.  Diremas begitu saja agar melekat. Sungguh lelaki yang seenaknya saja.
Tapi siapa tau, hanya kado miliknya yang dibawa pulang wanita itu setelah perayaan di tonggrongan burger trotoar depan Bank Mandiri Banda Aceh malam itu.
Dalam hal wanita dan cinta dia memang bersikap acuh, namun di bakik sikap itu rupanya, sikap sok coolnya lah yang membuat dokter berhati gunung itu menyimpan obat penawar gelisah hati.
Calon istri dari Wanita Aceh memang terkenal dengan "mahar selangit" tapi, kepadanya wanita itu sempat berkata, "Kalau kamu yang lamar, aku hanya minta dua mayam emas, tapi kalau yang lain dia minta 50 mayam emas." Tentu dimana-mana yang saling mencintai akan banting harga dari pada untuk orang yang maksa cinta. Di situ kadang dia merasa bangga.
Namun, itu masa lalu katanya, "Tapi saya masih belum habis fikir dan sering lucu sendiri kalau lihat diri saya, lelaki ini pernah disukai wanita secantik dia," katanya sambil tertawa terbahak-bahak, kemudian membuat saya ikut mencampur suara dengannya dengan tawa tidak kalah besar dengan meriam bambu.
Semua itu kini hanya tinggal masa lalu yang lucu menurutnya, setidaknya dia masih merasa menang meski mundur demi teman, dan selebihnya karena merasa diri tidak mampu membuatnya bahagia.
"Tapi saya menang, kata kawan saya, saat dia mengingat saya saat berjalan dengan orang lain, di situ saya menang," katanya setelah menceritakan kabar ingatan itu dikatakan sahabat wanita sekamar wanita itu padanya, setelah wanita itu terpaksa pergi menerima ajakan seorang pesaing yang suka maksa. Dan dia hanya tertawa mendengarnya.
Mengingat kenangan di usia se-begini, dia hanya bisa mengirim doa agar wanita laksana salju yang pernah cinta kayu arang itu, bahagia dengan suaminya dan semoga secepatnya punya momongan.
Dan di balik tawa saya yang seenak mulut sampai sakit perut, sungguh, cinta itu tumbuh dengan cara sangat misterius, pada sikap yang tidak disangka-sangka atau kemustahilan rupa yang tidak seberapa. Semua mungkin sepadan menuju sempurna. Namun, lagi-lagi tergantung kita siap atau tidak menerima hal yang dapat mengejutkan dunia yang mungkin juga membuat kita langsung mati berdiri kena serangan jatung.
Bagi semua jomblo senasip, saya hanya ingin mengatakan, "Saat kesempatan ada, ambil saja
hingga kamu dihadapkan pada pilihan selanjutnya."

Selasa, 03 Februari 2015

Pesona Alam jalan Gunung Singgah Mata

Suasana berkabut di puncak Singgah mata, Nagan raya
 pada siang hari/mat.(17/10/2014)

Nagan Raya- Hawa dingin sigap menjalar hingga ke tulang-tulang, udara dingin bercampur kabut mengeksplorasi kekaguman akan keindahan puncak Singgah Mata.

Ekspedisi Puncak Harapan Peut Sagoe





Gempang- 25 November 2013 Pukul 17.35 WIB, Pagi yang cerah mengiringi awal dari perjalanan Tim Ekspedisi "Investarisasi Flora dan Fauna Gunung Peuet Sagoe". Gunung Api yang masuk dalam kabupaten pidie tersebut mempunyai ketingian  2780 MDPL (meter diatas permukaan laut) , atau setara dengan 9121 kaki.

Senin, 02 Februari 2015

Sepotong Kisah perjalanan Perang Aceh dari Abu Chek (2)

Yahya(Abu chek)
Usai  lah cerita Abu Chek Perang Aceh dengan gelar modalnya, kekecawaan yang kian menjadi menurut Abu Chek atas pemerintah pusat dari tahun 1945 terus menjadi dilema bagi Rakyat Aceh  akan jasa yang tak terhargai. 



Hingga akhirnya kekecewaan yang sekian lama mendekam dalam hati rakyat Aceh pun menyeruak menjadi pergerakan DII/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) pada tahun 1953 yang di prakasai oleh Tengku Daud Beureueh di Aceh, dengan tujuan untuk memisahkan diri dari negara Republik Indonesia dan mendirikan negara dengan sistem pemerintahan syariat islam.

Sebuah Surat untuk Allah



Ilustrasi Mata/mgmpsmpn1kedokanbunder.blogspot.com
Tadi Malam, aku berbicara dengan tuhan, ku datangi dia dalam gelap. Ada gemuruh di dada yang beriring dengan air mata, mungkin itu tanda aku tiba.!!


Ku pangil namanya dengan sendu,”Allah..Allah..Allah.” Tiada jawaban yang ku dengar, tapi jiwaku merasa mesra, seakan dia didepan mata yang ku tutup.

Sabtu, 31 Januari 2015

Sepotong Kisah Perjalanan Perang Aceh dari Abu Chek (1)


abu chek

Aceh Besar- Namanya aslinya adalah yahya (89), lahir pada tahun 1936 pada masa Penjajahan Belanda, ia merupakan warga Lamreh Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar yang juga termasuk salah satu saksi sejarah yang masih hidup, dari dirinya lah saya mendapatkan cerita tentang perjalanan perjuangan  heroik masyarakat Aceh dalam membantu meraih kemerdekaan indonesia.

Kenangan Cinta di Selembar Desa

Bidadari Kecil di jembatan gantung.

Akhirnya berjumpa kembali.. setelah lama tegur rindu pada hati yang memaksa mata untuk segera dan segera ingin menatap kamu, yang ku panggil dengan sebutan " Bidadari Kecilku".

Empat bulan lamanya, rindu terpenjara jarak dan waktu, ini pertemuan ke Dua setelah berkenalan pertama sekali di udangan pesta Bang basri, ab sepupumu itu..semua seakan berlangsung cepat kala itu. paras cantikmu dengan sekejap memikat segala aura hati yang ku tak tau harus ungkapkan bagaimana di depanmu.


''Aku pulang ke kampung ikut orang tua ku, bagaimana cara kita bertemu,'' tanyamu sambil kau sodorkan aku setumpuk rindu yang tak muat lagi harus tertuang.
''Ia, aku akan datang kemana pun kamu pergi'' janji ku padamu setelah luruh rintih rindumu kalahkan hujan pada hari itu.

kita memang jarang, dan hampir tidak bisa segampang kekasih lainnya untuk berjumpa, walau sekedar tegur sapa. Negeri petro Dolar (Lhokseumawe) adalah kota mu dan aku di kutaraja (Banda Aceh). terlalu jauh rasanya jarak kota saat itu, bagi kita yang di kurung usia.

''Baiklah, kita akan bertemu saja di kampung ibumu di gempang,'' kemudian kita akhiri telponan malam itu, setelah lama merajut rencana dalam hayalan yang amat tinggi hanya untuk dapat bergengaman tangan.

Sore itu di Geumpang, aku telah lebih dulu sampai, setelah lelah ku kebut motor mengikuti pacuan rinduku padamu. Dan seperti biasa hujan selalu turun di bulan September di Desa Geumpang ini, sesuai namanya kan Rika, Geumpang (Gerimis Panjang).

Kabut-kabut mulai sembunyikan pandanganku ke arah Jembatan Gantung, dari seberang desa ibumu, disana ku menunggumu di rumah pemiliknya yang ku pangil Abua.

Resah, sangat resah sedangkan pikiran terus membayangkan, bagaimana  kamu keluar dari kabut itu, dengan hayalan gaun putih yang kamu kenakan,mungkin sedikit berlari-lari kecil, kemudian memelukku, ahh, begitu indahnya... Agak nakal memang hayalanku (seperti di film "Snow White" itu kan rika).

''Duk, duk,duk,'' nah..suara geruduk papan Jembatan Gantung berbunyi, tanda ada yang menyeberang, ku harap itu kamu.

Kabut masih tebal menghalangi padanganku, sedikit ku hela dengan tangan sambil ku sodor sedikit ke depan leherku mencari jarak pandang yang jelas.

''Hahaha," ku dengar tawa dari 2 wanita yang tak mungkin bukan kamu, mendekat dan terus mendekat.

Wahh..mendecapku dalam hati, ini saat yang paling ku tunggu, sambil sedikit ku bayangkan adengan fFlm "Kuchi-Kuchi Huta Hai" saat Syahrul khan dan Angeli berlari diatas sebuah jembatan kayu panjang film itu, setelah lama memendam rindu,dan cinta yang tidak terungkap. hahaha.. Lebay memang, tapi begitulah Rika hayalku.

''Hai, apa kabar, kapan nyampeknya?'' basa-basimu dengan serius telah merusak adegan film india  yang sedang ku sutradarai sendiri di pikiranku, yang pemerannya adalah kita

''Ah, gak ada romantis-romantisnya,'' sahutku sedikit dengan nada merajuk. hingga kemudian jawaban genitmu mampu terbangkan lagi mataku pada wajah putih jernih tanpa noda.

''Yang penting kan, aku selalu sayang kamu,'' haufff... hela nafasku menangapi rayumu.
Berada didepanmu saat kau ucapkan itu, seakan-akan aku berada di taman penuh bunga dengan cuaca sedikit sejuk, sambil duduk mandang senja yang agak kebiruan..indahhhhnyaaaa..hehehe.

''Akhirnya jumpa juga ya bang.''
''Ia, udah lama ya kaq.''

Hari tidak nampak berjalan, sebab mendung kuasai langit, hingga kemudian, hujan  turun terus-menerus seakan memainkan nada yang jelaskan dia ahlinya.

Kita duduk di teras, bercengkrama sewajarnya dan berusaha tidak melepaskan gengaman yang kita janjikan.

''Disini asik ya kaq, sejuk kali.''
''Ia, kk pingin tinggal disini nanti waktu tua, ya bang,'' mataku terus memandang wajahmu yang lurus memandang rintikan hujan dengan penuh pesona.

''ia, itu juga impian ab kaq,'' kataku, sambil ku arahkan tangan pada rintikan-rintikan yang hanyutkan suasana dan kitapun berjanji akan selalu menyayangi hingga kita menikah dan tua nanti.

kemudian kembali ku sodorkan kata ke daun telingamu,''aku mencintaimu rika,'' dan tidak henti-hentinya ku bisikan itu, mengungah perasaan, agar tersimpan dalam jiwamu.

"tiiittt..tiiit."

Suara motor di iringi pangilan namamu, buyarkan lamunan kita,'' itu kaq prina,'' jawabmu dengan spontan, di ikuti raut wajah tak ingin secepat itu dia datang.

''mau pulang ya kaq?.''
''Ia, kk harus pulang bang, gk enak nanti di tanya mama kemana pergi lama kali.''
''Ia,,hati-hati ya kaq,'' meski tak ingin rasanya kamu pergi.

''Aaabang.. kakak rindu kali sama ab, kapan bisa ketemu lagi..?.''
''besok ya kaq, secepatnya.'' ucapku menenangkan tanya rindu yang padahal kita tak miliki lagi kesempatan itu, sambil ku seka sedikit air mata yang jatuh di wajahmu.

''Jangan nangis beh kakak, kita pasti jumpa lagi,'' kata-kataku tenangkan gelora cinta yang belum habis terbagi.

Meski tak sangup, ini saat nya kamu pergi, kabut masih sama seperti kamu datang, setiap gerak dan langkah kakimu, tidak henti ku simpan sebagai kenangan. Sedikit-demi sedikit  kabut terus menelan pandanganku hingga ke jembatan gantung kembali berbunyi, menandakan kamu telah pergi.

heaahh.., raut wajahku kembali meredup sambil ku simpan setitik air di sudut mata.

''Akhirnya kamu pergi lagi bidadari kecilku'' di jembatan gantung itu kuharap kita akan kembali suatu hari nanti.