Senin, 02 Februari 2015

Sebuah Surat untuk Allah



Ilustrasi Mata/mgmpsmpn1kedokanbunder.blogspot.com
Tadi Malam, aku berbicara dengan tuhan, ku datangi dia dalam gelap. Ada gemuruh di dada yang beriring dengan air mata, mungkin itu tanda aku tiba.!!


Ku pangil namanya dengan sendu,”Allah..Allah..Allah.” Tiada jawaban yang ku dengar, tapi jiwaku merasa mesra, seakan dia didepan mata yang ku tutup.



Dengan sekejap, suasana syahdu merengkuh tali-tali urat yang keram, seakan aku berada dalam pangkuan yang tidak berbentuk, lalu ku hempas semua tangis yang ku simpan dari semua mata manusia, ku katakan semua kata  kehilangan yang begitu menghancurkan hatiku, betapa kerasnya hidup yang ku jalani sendiri. Aku mengeluh.

Setelah sekian lama terencana. malam ini ku ungkap semua resah yang kian meluap. Sudah lama ku sembunyikan tangis dari dunia sepi ini, kemarin, masih kulawan segala halangan dalam hidupku sendirian, karena kenyataannya, aku memang sendiri menjalani hari.

Pada bunda, aku malu untuk pulang sebelum pantas,aku sangat ingin membuatnya bahagia dengan sebuah Wisuda yang belum juga ku dapat setelah 9 tahun lamanya menjalani kuliah. Dan kekasih yang ku tunggu selama 7 tahun, telah lama meninggal rasa sakit yang sangat setelah malam 22 januari 2015, dia  katakan dengan tegas tanpa beban, bahwa tidak mencintaiku lagi, betapa semakin hening hari-hariku. namun itu lah hidup.

ku fikir karena aku laki-laki, tangisan tidak mampu merontokan tenagaku. Namun salah,aku begitu lemah tanpa kelembutan, bukannya sebuah hal yang keras akan pecah jika terhempas pada alas yang keras..meski, hari-hariku yang ku jalani begitu keras kepala. 

Malam ini aku datangi tuhan, aku menangis di pangkuanya, aku bercerita bagaimana lelaki ini merasa seakan tidak berbentuk, tidak berguna. Namun di balik semua aku malu padanya . tiba-tiba sebuah tanda tanya hadir dalam media hati..adakah aku datang kala senang?

Dan maaf kan aku ya Allah, aku jauh dari cahaya, ku benar-benar berharap malam ini engkau tidak marah dan pergi seperti lainnya, maafkan manusiamu ini. Aku merasa tidak miliki sahabat selain engkau. maka rengkuhlah aku seerat-eratnya.

Maka tolong, redam aku dengan sangat, hatiku hancur. Bercerita banyak pada manusia bukan sifatku. Hingga dengan benar-benar tulus ku katakan, jangan tinggalkan aku seperti mereka.

Aku kelelahan berjalan di tempat titipan ini, aku kalut dalam melawan keinginan yang tiada habisnya, hingga aku kalah dalam pertarungan yang di buat-buat oleh manusia.
Dan Allah, aku mencintaimu dengan sepenuh tubuh yang berjiwa, ijinkan kukatakan isi hatiku dalam belaianmu malam ini.

“Padamu Allah , perjalananku begitu berliku menujumu. Setiap derap langkah terlalu bangga ku percepat tanpa menyadari engkau lah yang mengerakkannya. Maaf kan aku juga Allah. Aku terlalu angkuh menyatakan hati ini miliku. Aku terus  berbagi cinta tanpa sisi padamu. 

Hingga hari ini aku sangat sadar, bahwa hati ini milikmu, engkau yang maha membolak-balikan hati. Engkau yang maha tahu atas kesombongan yang ku tutup, atau rencana yang tidak ku miliki kuasanya.

Allah tuhanku, aku remuk dalam hari yang tidak dapat ku andalkan lagi, terlalu banyak kekecewaan yang ku ciptakan pada mereka yang pernah lelah menunggu rencanaku, kini ku sendiri ya Allah, hatiku kesepian tiada kawan, maaf kan aku terlalu jauh meninggalkanmu.

Sungguh aku malu datang malam ini, namun  aku sendirian disini, yang terkasih di dunia menghianatiku meski ku katakana segenap jiwa ini untuknya. Rupanya aku sadar ya Allah, manusia tidak butuh yang tidak dapat di rengkuh..rasa akan mati dalam jarak dan waktu.

Aku sangat rindu berada dalam pangkuanmu, maka biarkan aku lelap dimalam ini, hingga ku sejenak lupa akan kesedihan seperti katamu,“sesungguhnya orang yang beriman tidakakan bersedih hati.” Maka ku akui aku jauh dari itu ya Allah.

Namun, dengan sungguh dan sangat, ku harap engkau tidak meninggalkan aku sendirian. Karena aku benar-benar ingin menangis dipangkuanmu malam ini, bercerita, menangis sekuat-kuatnya. Karena aku adalah milikmu tuhanku yang maha agung.

Tiada upaya selain dari pertolonganmu, wahai pengasih, maka gerakan lah hatiku menuju kepasrahan yang tulus, maka kuatkan lah tubuhku menuju bait-bait yang tertulis. aku rindu menatap wajahmu dalam tentram tiada tara, dalam Lima yang hanya kita.

                                                           

                                                                                     Panggo raya, (31/1/2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar