Jumat, 25 Desember 2015

9 TahunTsunami, Zubaidah Masih Mencari Anaknya kembali

Sudah 9 Tsunami berlalu sejak bencana tsunami menerjang pesisir pantai Banda Aceh. pagi itu 26 Desember 2012. Saya bertemu dengan seorang ibu yang bernama  Zubaidah . dia terlihat menangis terisak-isak sambil dipegangi tubuhnya oleh seorang wanita, yang akhirnya saya ketahui sebagai adiknya.

Zubaidah terlihat berjalan tertatih-tatih diatas kuburan massal Siron, Lambaro, Aceh Besar. Saya berdiri sambil memotret beberapa orang yang sedang mengaji. Beberapa orang terlihat menangis melantunkan surat Yasin. 

"Bedoh kak..Bedoh. (bangun kak, bangun) ." Saya melihat ke arah Zubaidah. Rupanya perempuan itu sedang jatuh terduduk di atas rumput. Di samping kanan, adiknya terus menagis menenangkan Zubaidah yang juga menangis sambil menutup mulutnya dengan Jilbab putih yang dikenakannya.


Sebuah tas berwarna coklat tersangkut di tangan kirinya. Saya menghampirinya dengan segera. "Bangun bu. kenapa ibu kak?" Tanya saya pada adiknya yang juga sedang berusaha membangunkan tubuh Zubaidah. tapi, wanita itu hanya menjawabnya dengan tangisan.



Saya membopohnya ke bawah rimbunan pohon. Adiknya berkata, " kakak masih ingin bertemu anaknya yang hilang." sontak saya terkejut mendengarnya. Zubaidah yang masih terus menangis.

"Udah bu, kirim doa ya. "saya coba menenangkannya. Saya tidak tau kata tepat selain itu. dengan berlahan perempuan berumur 43 tahun itu menceritakan alasan dia menangis karena  kehilangan 2 anak laki-laki yang saat itu bersekolah di salah satu sekolah menegah Banda Aceh.

"Saya jatuh karena melamun, saya tidak sangup membayangkan anak saya entah diaman sekarang," katanya sambil bangun dan berjalan ke arah sudut monumen gelombang tsunami di ujung kuburan.

Dia menceritakan, setiap tahunnya selalu datang ke kuburan massal ini. "Saya ingin sekali bertemu anak saya, saya ingin dia pulang, mungkin dia terbentur jadi lupa untuk pulang," ungkapnya masih percaya anaknya masih ada. mendengarnya, lagi-lagi saya tidak tau berkata apa pada ibu asal Sigli ini.

"Dua orang anak Laki-laki saya merantau ke Banda Aceh untuk bersekolah. mereka tinggal di keudah." Seingat saya, Keudah menjadi tempat yang lumayan parah terhempas tsunami.

Lama saya menemaninya berjalan-jalan di atas hamparan kuburan massal. Perempuan paruh baya tersebut menceritakan mempunyai 4 orang anak laki-laki dari pernikahannya dengan Nasir dan tinggal di kota Sigli. suaminya ikut datang menemaninya kemari. tapi duduk membaca Yasin di pondokan.

Setelah meminta mengambil satu buah fotonya, saya kembali ikut berjalan mengantarnya bertemu suaminya. tapi sebelum sampai dia mengatakan pada saya untuk tidak menceritakan dirinya sempat jatuh dan bertanya tentang ananknya. saya sempat heran lalu mengiyakan sebelum dia mengatakan. "Saya takut suami saya marah. Suami saya tidak mau melihat saya terus menangis dan ingin mencari anak Saya." Iya..saya mengerti sekarang. mungkin suaminya ingin Zubaidah mengikhlaskan kepergian anaknya.

Saat berjalan tadi, saya sempat diperdengarkan bagaimana dia mencari anaknya ke seluruh camp pengungsian tsunami. hingga beberapa waktu lalu dia minta ditemani adiknya ini untuk mencari kedua anaknya ke panti Asuhan ataupun ke beberapa pesantren yang dia yakini anaknya ada. 


"Entah kenapa saya merasa anak saya masih hidup. Namun jika memang sudah tidak ada saya ikhlaskan semua pada Allah. Biarlah Allah yang menjaganya." mendengar itu, kesediahan mulai lancang mengusai saya. Akhirnya saya mohon pamit untuk mengambil wudhu di Menasah (Langgar).


Kasih ibu memang luas terhadap anaknya. Walaupun keinginan jauh dari Kenyataan yang terus meninggalkannya setiap tahun. Zubaidah tetap terus mengatakan masih berharap anaknya pulang. mungkin atau tidak mungkin memang urusan Allah. Tapi saya melihat dalam hati kecil Zubaidah tidak akan berhenti berharap. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar