Minggu, 11 Juni 2017

Resah Yang Tidak Mau Musnah

TIDUR. Di luar hujan rintik-rintik. Sedangkan kita masih duduk di teras rumah yang langsung memandang persawahan seperti kemarin. Kulihat airmatamu masih jatuh, Dik. Apakah tidak lagi ada waktu matamu istrirahat sejenak saja? Kulihat gelisah mengerogoti tubuhmu, tapi kau tidak ingin diselamatkan. Bahkan olehku. Setiap hujan semakin deras, semakin keras kau menangis. Ada yang kau tahan sendiri tak ingin kau bagi. Sepertinya hujan akan lama menyiksamu malam ini. 

Aku hanya teman untukmu malam ini, bukan kekasih. Janjiku adalah tidak akan banyak bertanya jika tiba-tiba kau menangis atau kala kisah usang tiba-tiba terbaca saat kau melamun cukup panjang. Masing-masing kita memiliki kisah yang kita tulis tanpa tinta agar tidak terbaca. Dan aku tahu dari airmatamu, kau telah menulis banyak lembaran bukan untuk kubaca, tapi untuk kau nikmati sesuka hati di saat begini. 

Yang kulakukan di sampingmu ini bukan diam, Dik. Tapi mengerti situasi. Memahami bahwa hatimu bukan smartphone yang bisa mendownload aplikasi sesuai keinginanku. Hati itu liar, dan hanya cinta yang bisa mengikatnya. Maka ikutilah. Menangislah seperlu mungkin. 

Kisah usangmu tetaplah rahasiamu. Jangan bebankan padaku. Aku akan menemanimu sambil menceritakan kisah tujuh pemuda  Ashabul Kahfi dan seekor anjing, memilih untuk mengasingkan diri serta bersembunyi dalam sebuah gua. Mereka bersembunyi untuk menyelamatkan apa yang mereka percaya dari Raja Diqyanus yang mengancam nyawa mereka. 

Lalu Allah menidurkan pemuda-pemuda yang penuh rasa gelisah itu selama 309 tahun. Maka tidurlah, itu akan menolongmu dari keadaan yang tidak mampu kau lawan. Tutup telingamu jika perlu. Aku akan duduk di sini sambil
membaca kisah baru agar hujan tidak berani masuk ke dalam mimpimu malam ini. 

(11 April 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar