Senin, 12 Juni 2017

Harga Diri

HARGA DIRI. Dia sudah tua, terlihat dari keriput wajah, rambut, dan janggutnya yang kian memutih. Saban hari dia selalu mondar-mandir di wilayah pertokoan Lambaro, Aceh Besar, sambil membopong buntalan karung yang berisi botol plastik, kardus, dan segala benda yang dapat dijual ke pembeli rongsokan. Kadang karung itu penuh, kadang hanya setengah. Tapi dia selalu tersenyum saat diajak bicara. 

(15 Desember 2916)

Saya kerap memperhatikannya dari jauh, bertopi coklat lusuh, berbaju kemeja coklat kotak garis-garis yang dua kancing bawahnya putus, bercelana kain yang terlihat sobek hingga ke betis dengan kaki beralas sadal jepit yang nampaknya tidak lama lagi 'merengang nyawa'. Matanya selalu sigap menyisir setiap halaman toko berharap banyak rezeki yang terbuang hari ini. 

Setiap melewati toko kala sore, dia selalu mengintip saya dari tepian jalan raya untuk sekedar menyapa apakah ada karton bekas atau hal semacamnya yang bisa dijual. Kalau sedang tidak ada pembeli, Lelaki berewokan itu sering saya ajak duduk melepas lelah dengan menyunguhkannya sebotol minuman sambil mengobrol tentang sejauh mana hari ini dia berjalan, atau berapa rezeki yang dia dapatkan hari ini? Kecuali tentang keluarganya, saya tidak mau membuatnya bersedih hati atau merasa diremehkan dengan kondisinya yang mungkin nampak memprihatinkan. 

Saya pernah diberi tahu penghasilannya perhari mencapai 20 sampai 70 ribu, tapi dia mengatakan itu dengan wajah sangat bahagia. Jawaban di akhir kalimatnya selalu membuat saya kagum pada sosok tabah ini. "Cukuplah untuk makan hari ini."

Lelaki itu penuh rasa syukur. Darinya saya belajar bagaimana harus bersikap jujur, baik hati, dan bekerja dengan giat walau terkadang sore hari sering menyakitkan. Tempo hari dia mengajarkan kejujuran saat kami sedang mengobrol di selembar sore yang merah. Dia bercerita pernah menemukan dompet di jalan pasar Lambaro berisi uang 3 juta rupiah milik seorang polisi. Saya sempat menebak dalam hati dia akan berkata uang sudah dihabiskannya. Pasti saya akan jengkel mendengarnya. Tapi tidak demikian, Lelaki itu malah mengatakan langsung menyerahkan dompet tersebut ke Polsek setempat. Akhirnya sebagai imbalan, empunya dompet memaksanya  menerima uang 100 ribu sebagai tanda terima kasih yang padahal telah ditolaknya berkali-kali. 

"Saya bukan pengemis, tidak juga mau jadi pencuri," katanya saat itu. 

Sungguh, saya belajar banyak dari kerja kerasnya, dari kejujurannya, ketabahannya, ketuannya, dari rasa syukur yang tak habis dimakan pedih. Dia Lelaki yang punya harga diri pantang jadi pengemis. Tanpa harga diri, manusia tidak lebih berguna daripada sampah. Sejahtera selalu padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar